Senin, 20 Februari 2012

TAKUT
Oleh Zahirin al-Ama

            Jum'at pagi tanggal 17 Juli 2009. Bom meledak pada waktu bersamaan di dua objek vital terpisah di Jakarta, Yakni Hotel JW Mariot dan Ritz Carlton.  Suasana panik. Korban jatuh. Wartawan media massa dan elektronik berjejal datang meliput. Bahkan dalam setiap berita di hampir seluruh stasiun televisi semuanya menayangkan tentang "Teror Bom di Jakarta". Pihak kepolisian langsung menyatakan siaga satu. Tidak hanya di Jakarta tapi di seluruh tanah air.
Kecaman bahkan sampai kutukan dari berbagai pihak tidak hanya datang dalam negeri tapi juga dari luar negeri, dan yang tidak kalah penting adalah klub ternama dunia yang merupakan jawara liga Inggris Manchester United, membatalkan kunjungan tour-nya ke Indonesia, yang mana nantinya akan berhadapan dengan pemain Indonesian All Stars dalam pertandingan persahabatan. Acaranya pun tinggal menghitung jari. Akibatnya panitia harus menanggung rugi sekitar 25 Milyar. Kekecewaan teramat berat pun dirasakan oleh fans berat klub setan merah ini. Tidak hanya di Jakarta tentunya, namun seluruh pecinta bola di Indonesia. Agum Gumelar sendiri telah mengeluarkan biaya sekitar 35 milyar untuk even akbar ini. Dalam Headline News Metro TV Minggu (19/07) Ia mengatakan bahwa pelaku pengeboman ini adalah tindakan yang dilakukan oleh orang pengecut.
Bom, kita sering mendengarkan bahkan menyaksikan betapa bom tidak hanya mampu menghancurkan sebuah bangunan megah, hotel, mal, gedung pemerintah. Lebih dari itu bom mampu merusak sendi-sendi Negara, Bom berdampak multi imbas seperti, pariwisata, perhubungan, kebudayaan, dan masih banyak lagi lainnya.
Ledakan bom telah membangunkan tidur panjang kita. Perhatikanlah kasak-kusuknya media memberitakannya sampai-sampai berita lain kalah terhimpit. Namun seiring waktu berjalan orang mulai bosan mendengar dan berita-berita itu hilang dengan sendirinya digantikan tema yang lain pula. Kemudian mengenai siaga satu yang dinyatakan oleh pihak kepolisian, nah selama ini apa mereka tidak siaga? Memang kemana saja? Tapi bagaimana pun juga Siaga ini tidak dapat bertahan lama, lalu turut hilang juga dengan sendirinya hingga bom kembali menyintakkan lelap mereka. Mereka terbangun dengan mata nyalang lalu berpatroli, menyisir para pendatang yang dicurigai. Seluruh kendaraan roda empat dan dua yang melintas. Di pintu-pintu utama objek vital. Mereka sibuk, lelah, lalu tertidur lagi hingga bom berikutnya meledak lagi. Bom membuat orang takut, oleh karena itu orang-orang membutuhkan polisi. Karena polisi mampu menjinakkan bom. Walaupun bom itu sering meledak sebelum dijinakkan.
Selain bom, ada Tsunami. Sejak kejadian 26 Desember 2004 di Aceh lalu, yang menewaskan lebih dari 180.000 orang. Orang-orang di pinggiran pantai menjadi takut. Di Padang misalnya, masyarakat cemas dan khawatir. Para nelayan pun enggan melaut, kunjungan wisata pantai menjadi sepi, orang-orang yang berumah di tepi pantai tidak sabar hendak pindah. Oleh orang yang tidak bertanggung jawab, mereka jadikan ini sebagai kesempatan untuk meraup rezeki sebanyak-banyaknya. Mereka menghasut orang-orang dengan kata "Tsunami". Karena trauma Tsunami Aceh masih sangat membekas, isu ini langsung ditanggapi positif oleh warga, orang-orang takut, cemas, khawatir lalu lari tunggang langgang menyelamatkan diri tanpa memperhatikan rumah mereka. Orang-orang penghasut itu tertawa pulas, mungkin menertawakan kebodohan mereka atau ketawa membayangkan setumpuk harta karun yang mereka tinggalkan yang akan mereka jarah. Entahlah.
Akan halnya orang-orang yang lari tunggang langgang itu, kejadiannya adalah pada dini hari menjelang Shubuh tanggal 29 Desember 2004 derap langkah kaki-kaki orang menderu bersama iringan suara bising kendaraan. Orang-orang berteriak-teriak mengatakan Tsunami, tsunami, tsunami!. Di jalanan penuh berjejal orang-orang menuju bukit Limau Manis UNAND. Bagian yang lain ke Sitinjau Laut, arah barat ke puncak bukit menjelang pantai Air Manis, serta banyak puncak yang tidak disebutkan lagi di sini. Di atas puncak itu orang-orang memandang temaram cahaya kota di bawah sana menantikan detik-detik akhir kota. Hingga shubuh menjelang rupanya tsunami yang dikabarkan entah dari mulut siapa itu tidak ada sama sekali.
Orang-orang takut makanya mereka berlari. Takut mati atau takut hari hendak kiamat entahlah. Buktinya masjid dan musholla shubuh itu penuh sesak. Mereka sholat dan berdo'a sangat khusuk, mungkin juga tobat sekalian karena tidak sedikit di antara mereka yang bercucuran air mata.
Tapi itu juga tidak bertahan lama. Beberapa hari setelahnya masjid dan musholla kembali seperti semula. Orang-orang tiada takut lagi. Orang-orang  pergi ke pantai dengan pasangan bukan muhrim. Orang-orang bermaksiat, membunuh, memperkosa,  merampok, berjudi, togel, Pekat merajalela, Para wanita tiada merasa malu dengan aurat mereka yang terbuka. Mereka bangga. Mereka makin dikagumi. Makin dicintai.  Sungguh mereka tiada takut untuk itu.

Rimbo Tarok, 20 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar