Senin, 20 Februari 2012

Cerpen

PAK GURU AMIN
Cerpen ZAHIRIN

            Amin hendak ke kota. Katanya ia ingin mencari kerja. kerja apa saja. Karena katanya di kampung ia tidak punya penghasilan. Sebelum berangkat ke kota ibunya berpesan pada agar ia selalu menjadi orang yang jujur. Kapanpun dan bagaimanapun kondisinya. Juga ia diminta jangan lupa memberi kabar sesampainya di sana nanti. Amin adalah anak yang penurut. Demikian juga halnya menurut teman-temannya. Tentu ia akan pegang teguh segala ucapan orang tuanya. Ia akan berusaha sedapat mungkin dalam kehidupannya berterus terang.
Sekian lama di kota Amin yang hanya lulusan SMP itu telah menjadi guru. Kabar melalui surat yang dikirimnya tentu membuat ibunya sangat senang. Karena akhirnya Amin kerja juga. Ia menjadi guru bukan karena ikut tes PNS, atau melamar langsung ke sekolah sebagai guru honor, karena tidak sedikit pun di ingatan menjadi guru. Melainkan bekerja di sebuah pabrik, pabrik apa saja.
Amin menjadi guru ceritanya begini. Suatu pagi menjelang siang diwaktu itu beberapa orang anak murid SD yang berjarak tidak jauh di depannya terlihat berlari-larian menuju tempat ia berdiri, Mereka berjumlah empat orang. Kebetulan waktu itu ia hendak mandi. Semakin dekat anak-anak dengan nafas terengah-engah itu terus lari bersembunyi di belakang rumah. Tidak lama setelah itu datang seorang berpakaian rapi yang mengaku kepala sekolah SDN 10 Gunung Nago. Ia bertanya apakah Amin melihat ada anak berlari-lari ke sini? Saat itu terngiang-ngiang ibunya berkata. “Amin, engkau harus berterus terang dalam segala hal. Dengan begitu engkau dapat memajukan dunia yang penuh dengan kebohongan ini.”
Tentu kata Amin, mereka ada di belakang rumah saya, tunjuknya. Kepala sekolah segera ke tempat yang ditunjuk Amin. Dan ia menemukan keempat orang anak sedang bersembunyi melarikan diri pada jam belajar. Karena jasa Amin itulah kepala sekolah SD N 10 menawarkan Amin untuk menjadi guru di sekolahnya. Di samping itu SDN 10 Gunung Nago kekurangan tenaga pengajar dua orang. Pada mulanya Amin menolak, lantaran ia hanya lulusan SMP. Ia tidak yakin akan mampu mengajar. Namun karena bapak kepala itu terus mendesak. Amin akhirnya menerima tawaran itu.
            Waktu jadi guru. Saban ia hendak masuk kelas untuk memberi pelajaran, ia selalu ingat pada kata-kata ibunya ini, dan sebab itu ia selalu memulai pelajaran seperti ini, “Selamat pagi anak-anak. Kemarin aku telah kawin dengan gadis kota ini. Aku sengaja tidak mengundang kamu sekalian, karena aku pikir kamu toh tak akan dapat memberi apa-apa. Apa pula yang dapat diharap dari anak-anak bukan? Eh Syukri! … berapa 13 x 12?”
            Atau pada lain kali ia menceritakan panjang lebar tentang perselisihannya itu dengan istrinya. Waktu ia pakai celana pendek saja dan istrinya pegang golok. Kata bersahut dengan kata dan tiba-tiba istrinya mengejar dia dengan golok itu dan ia lari pontang-panting. Dan bagaimana larinya itu, dicobakannya pula di muka kelas. Anak-anak pada tertawa, seorang berkata, “Ah pak guru takut sama istri.” Yang lain berkata “Kasihan pak guru, dirongrong terus-terusan sama istrinya.”
            Anak-anak yang berpihak pada pendapat pertama lebih banyak dan itu sebabnya sejak itu Amin mendapat gelar, guru golok. Dan karena guru golok sangat baik bersajak dengan guru goblok, Amin akhirnya bernama guru goblok. Setiap ia masuk kelas ada saja anak nakal yang berteriak keras-keras, “Selamat pagi guru goblok…blok…blok….” Atau jika pagi-pagi ia masuk dengan sepeda antiknya ke pekarangan sekolah berteriaklah dari segala jurusan, goblok… goblok… goblok…!”
            Orang yang sesabar-sabarnya akhirnya marah juga. Dan Amin adalah orang yang selalu menurutkan kata hatinya. Jika hatinya berkata, pegang seorang anak dan pukul dia, maka ia memang memegang anak yang terdekat darinya, lalu dipukulnya. Rasanya Amin hanya memukulnya pelan, tapi kening anak itu benjol dan dari telinga keluar darah.
            Dan inilah sebabnya datanglah orang tua murid yang kena pukulan itu ke sekolah. Kepala sekolah memaki-maki Amin dan akhir cerita Amin diberhentikan.
            Tapi pada waktu Amin mau pergi meninggalkan sekolah yang dianggapnya celaka itu, ia menentang guru kepala, dan tegas-tegas berkata, “ beberapa hal bapak kepala, andalah yang telah mengajak saya bergabung di sini padahal dulu sudah saya bilang bahwa saya hanya punya lulusan SMP, dan bapak-ibu serta anak-anak sekalian harus akui, bahwa saya bukan goblok! Saya hanya menceritakan pada anak-anak bahwa istri saya pernah mengejar saya pakai golok. Saya lari… dan anak-anak menamakan saya dari sejak itu guru goblok. Mengapa? Tuhan saja yang tahu. Saya tidak.”
            Setelah itu ia pergi, kepala terkulai menghadap tanah. Dan waktu ia baru saja menginjakkan kakinya di atas jalan besar anak-anak bersorak ramai-ramai dan sekarang lebih keras dari yang biasa. “Selamat pergi guru goblok…! Selamat pergi guru goblok…k selamat pergi guru goblok…!”
            Amin tidak mau menengok ke belakang lagi. Dan ini sudah tabiat Amin. Jika ia sudah ambil keputusan dengan sesuatu hal, ia tidak mau menengok ke belakang lagi. Dinaiki sepeda antiknya dengan pelan-pelan ia menuju ke rumahnya.

Embun Penyejuk Hati
Adzkia, 08 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar