Senin, 20 Februari 2012

Cerpen

SI MAYANG
Cerpen. ZAHIRIN

            Sayang! Sapaku saat kencan di hari Minggu itu. Eh Kamu malah cuek, marah, ngomel, cemberut dan bermasam muka. Padahal aku ingin kamu seperti yang dulu lagi. Ingat kan, betapa indahnya waktu di pantai Carolina itu. Kamu berbaring menelungkup di atas benen ukuran besar. Akulah yang mendorongnya dari belakang menuju tengah lautan dengan mengayuh-ngayuh kedua kakiku di belakangnya. Aku terus mendorong hingga orang-orang di bibir pantai terlihat mengecil seperti semut.
            Sambil masih mendorong kamu tiba-tiba kamu berteriak takut, aku tidak bisa berenang. Lalu aku ajarkan. Kuperagakan padamu dengan mengayuh-ngayuh tanganku ganti berganti. Lalu kamu tirukan. Setiap kali tanganmu menggelepar-gelepar menampar permukaan laut, air laut itu memercik membasahi muka dan rambutmu. Aku menertawakanmu. Lihat wajahmu, ha..., ha..., ha..., Kamu cemberut sembari merengek-rengek manja sambil mencubit pipiku sekuat-kuatnya.
            Tapi itu dulu. Dua tahun yang lalu sayang! Kini, semua itu hanyut digiring waktu. Kamu terlalu sering melihatku. Aku juga begitu. Aku tidak tahu, entah apa yang salah dengan mukaku. Apakah selama itu rautnya bertambah jelek saja di matamu. Dan di sana masih banyak rupa-rupa yang lebih menawan hatimu? Atau karena sifatku yang selalu dan selalu romantis di hadapanmu hingga akhirnya kamu sendiri jenuh dengan kondisi ini. Tapi mengapa Kamu tidak mau berterus terang padaku tentang masalahmu?.
            Seperti di malam  itu. Kamu miscall aku. Lalu aku balik membalas. Terus kulanjutkan dengan menuliskan pesan pendek, kupilih betul kata-kata agar nantinya tidak menyinggung perasaanmu atau membuat hatimu sakit. Namun tetap saja aku salah, kamu maki aku dengan kata-kata kasar. Aku rasakan hatiku hancur remuk. Hari-hariku selalu merana oleh ulahmu
            Sekarang kita sudah di sini. Untung saja tadi aku tidak terlambat. Semenit saja, kamu sudah pasti berlalu meninggalkan tempat ini. Tempat yang kita janjikan ketemu beberapa hari kemaren. Tempat yang paling romantis sejagad. Aku yang memilihnya. Cobalah kamu lihat di sana, Semilir angin berhembus menyapa dedaunan. Menari riang bersama gemulai lekuk riuh ranting-ranting. Berdesauan sekeliling rangkul-merangkul. Hingga bunga-bunga di hatiku semakin mekar. Tapi, aku tidak tahu, apakah bunga-bunga di hatimu juga turut serta mengiringi?
            Mayang! Namamu sungguh cantik, Aku memilihmu, bukan karena tubuh seksi titipan tuhan yang kamu punya itu. Tapi begitulah caraku mencintai. Aku memandang kesederhanaanmu, kesetiaanmu, perhatianmu, ketulusanmu dalam memberi tanpa pamrih.
            Benar begitu kak?!
            Kenapa kamu masih ragu? Apakah kurang cukup bukti? Aku telah janjikan selalu ada untukmu, cobalah kamu bayangkan, serta ingat-ingatlah selalu. Saat kamu mengajakku pergi jalan, aku selalu mengiyakan, tiada pernah sekalipun aku merasa keberatan walaupun pada waktu itu aku sedang ada kuliah, atau sedang banyak tugas. Akulah orang yang menemanimu mencari baju baru buat lebaran selama dua tahun ini, aku jugalah orang yang membantumu membuat tugas sekolahmu di rental itu dan ini, dilain hari pula aku mencarikanmu hadiah yang cocok untuk pesta ulang tahun temanmu. Pergi menghadiri pesta pernikahan kakak temanmu itu. dan pergi ke sana pun aku yang menemanimu. Sayang, salahku apa? Aku sudah beberkan segala yang aku rasa. Masih kurangkah semua itu? kalau memang iya, tolong beritahu. Aku pasti menuruti semua keinginanmu
            Percuma saja kakak beberkan segala apa yang kakak rasa, pokoknya Aku tidak mau tahu lagi, yang satu ini sungguh sangat menyakiti hati, lebih kakak tampar saja aku dari pada harus membuatku seperti ini. Sungguh, sungguh tidak bisa aku maafkan.
            Bersikaplah dewasa, jangan seperti anak kecil terus, sekarang kamu sudah kelas tiga SMA, apa salahnya kalau sedikit bijaksana.
            Kalau kakak menilai saya anak kecil, kenapa kakak mau pacaran sama aku, kakak sudah bosan kan sama aku? Sudah putuskan saja, apa susahnya bilang putus. Kalau aku sendiri jujur dalam hati, aku cinta dan sayang sama kakak, tanpa memandang tampang dan kekayaan, tapi ketulusan, namun kakak tidak pernah menghargai apa yang telah aku perbuat serta korbankan buat kakak selama ini, buktinya kakak balas air susu dengan air tuba, kakak remuk-remukkan hati ini kak. Sakit... kak! Kulihat Air matanya mulai merembes ke pipi.
            Dek, kalau itu masalah bagi kamu, tapi bagi aku justru sebaliknya, dalam hati ini tidak ada terbesit sedikitpun hendak berbuat demikian, kamu juga harus berfikir, sayang!
            Jangan panggil-panggil sayang! Ia berteriak lantang
            Baik, baik! tapi setidaknya, kamu bisa mengerti, dan kamu juga harus tahu kalau aku ini berkata jujur apa adanya, terbuka dan tiada satupun yang aku sembunyikan. Sekarang kak minta sama kamu, pliss katakan apa yang sebenarnya, aku benar-benar bingung dengan ulahmu sekarang.
            Kalau kakak bingung sama aku, kakak tinggalkan saja aku di sini, mati pun sekalian kakak juga tidak akan perduli
            Dek, pliss, aku cuma minta kamu mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, biar aku jawab semua, biar aku jelaskan. Dan kakak janji akan jujur sejujurnya mengenai masalahmu yang ada pada ku.
            Kakak sengaja menyakiti dan menyakiti hatiku dengan jalan sama cewek lain di kampus itu, asal kak tahu saja waktu itu betapa berkecamuknya perasaan ini, kakak brengsek! Semua laki-laki brengsek! Tidak ada satupun yang sungguh-sungguh mencintaiku.
            Oh aku mengerti sekarang, tolong dengarkan penjelasanku dek ya, begini, namanya Lia. Dulu aku memang pernah pacaran sama dia, tapi udah putus, dia bukan siapa-siapanya aku lagi, jadi apanya yang kamu khawatirkan?
            Toh kakak jalan juga ama dia kan, laki-laki tu emang brengsek! Aku pikir kakak lah yang terbaik dari cowok-cowokku sebelumnya, tapi nyatanya sama
            Dek, aku tidak mau mempermasalahkan itu lagi, bagi aku itu akan membuat masalah kita bertambah runyam. Kali ini aku memohon jangan bahas itu lagi ya, sekarang begini saja kita udah duduk di sini bagusnya kita jalan-jalan seputar taman ini biar kamu agak lega.
            Dari sini aku bisa mengetahui, kalau kakak masih mencintainya, kakak juga pasti malu kalau jalan beriringan dengan aku yang cuma anak sma ini, iyakan?
            Dek! Bagaimana aku mengatakan padamu! Aku terlanjur telah berjanji....
            Janji? Jadi benarlah dugaanku... laki-laki itu emang benar-benar...
            Dek, aku belum sampai bicara, maksudnya aku cuma mau membantunya mencarikan buku di perpustakaan, aku harap kamu mengerti, kalau aku lakukan waktu itu hanya berniat untuk menolongnya bukan bermaksud menyakiti hatimu itu. jadi mohon, jangan dipermasalahkan lagi ya. Aku memegang kedua bahunya seraya menatap kedua matanya yan berlinang.           
            Bagi kakak tidak apa, tapi hati aku siapa yang tahu. Ia melepas kedua tanganku dengan hempasan tangannya
            Dek, sudah berkali-kali malah aku bilang sama kamu. Jangan dibahas lagi, yang aku minta sekarang, tolong bantu aku memecahkan masalah, sekarang yang ada malah sebaliknya, yang selalu memecahkan masalah itu aku dan aku. Tetapi kamu mana, yang ada malah menambah masalah. Akhirnya aku turut merasa kesal.
            Kan kakak tadi yang bilang kalau aku itu Cuma anak SMA, apa nggak malu meminta aku untuk memecahkan masalah, pikir dong kak! Kakak itulah yang seharusnya.
            Oh, aku tahu sekarang, kamu pasti sengaja lakukan semua ini agar aku benci, marah, jengkel sama kamu setiap saat kan? Jujur dek, kalau sikap kamu seperti ini terus-menerus itu yang membuat aku bertambah kesal, masalah kecil dibesar-besarkan. Apalagi masalah besar wah bisa mati aku sekalian, asal kamu tahu, Aku yang tak pernah muak mencintai dan menyayangimu hingga kapanpun, tapi dengan caramu yang begini lama-kelamaan aku juga jadi tidak tahan. Sikapmu setiap hari selalu menyakiti dan menyakiti. Katanya kekasih setia yang akan membuat aku senang dan bahagia. mana buktinya? Mana...? Nada suara lebih kuperkeras dari sebelumnya.
            Jadi kakak nyesal, benci, marah, geram? Sudah, Putusin saja aku! Dan jangan pernah lagi mencari-cari aku, menghubungi aku, lebih baik aku mati. Aku tidak ingin melihat wajah kakak lagi, lihat saja aku besok terikat tali di pohon depan rumahku itu. biar kakak puas sekalian.
            Segala kataku telah terkunci, membaur satu dalam rasa yang sangat berkecamuk, salah ucap dalam rangkaian kalimat saja akan fatal jadinya. Nampaknya aku harus mengalah, ya, mengalah demi orang yang aku sayang.
            Kudekati dia, kuperhatikan kedua tepi bibirnya yang telah menjuntai ke bawah, raut merah padam wajahnya, linangan air matanya, seperti hendak merembes lagi ke pipi, lalu aku datang, mengusap rambutnya, kulanjutkan mendekap tubuhnya. Tak perduli akan orang-orang di sekeliling yang melihat. Aku terus saja mendekap. Berharap mampu mendamaikan hati kusutnya itu lebih baik bagiku daripada ia mati bunuh diri, entah siapa yang salah, aku sendiri tiada tahu, sebab aku telah memilihnya.
*          *          *
            Seperti telah dijanjikan tiga hari yang lalu. Aku telah menunggunya di simpang tiga pasar Bandar Buat, aku duduk di atas motor yang kuparkir tepat depan rumah makan menunggunya. Harapanku mengajaknya mudah-mudahan saja tidak batal, aku yakin ia pasti datang, lantaran kulihat langit siang ini cerah.
            Walaupun banyak alasan dikemukakan, akhirnya ia mengiyakan. Dalam rencanaku, aku memilih tiga tempat yang romantis buat kencan kami. Pergi dan pindah dari satu tempat ke tempat lain secara berurutan. Sembari masih di atas motor mulailah aku membayangkan, aku memboncengnya dengan motor. Ini adalah yang pertama, karena tiada pernah sekalipun sebelumnya. Pasti asyik, gumamku. Aku harap ia mau merangkulku mesra dari belakang walau tanpa diminta, lalu mulailah aku membuat motor berjalan pelan di tanjakan, lebih pelan lagi di penurunan, dan di jalan mendatar. Supaya lama, supaya ia damai bersama hatiku.
            Aku berencana hendak mengajaknya ke tepian pantai pelabuhan Teluk Bayur dulu. Di sana kami akan memandang kapal-kapal yang berlabuh di dermaga, ombak yang menghempas bebatuan karang, serta merta burung-burung yang beterbangan sambil menyanyi-nyanyi riang pastilah akan menambah keindahan. Di sana, kami akan duduk di sebuah kafe, tepat di bawah pohon kelapa terlindung. Lalu tiba-tiba angin nakal samudra mengacak rambut hitam lurusnya. Dan waktu itulah aku akan membelainya. Oh, aku akan merasa damai...! damai... sekali!
            Setelah dari sana, ke Lubuk Minturun lah tujuan kami selanjutnya, di sana, aku hendak mengajaknya mandi bergabung di tengah keramaian orang-orang. Kami saling siram-menyirami, lalu terbesit pula di hati ini, hendak mengajarkannya berenang seperti  di Carolina dua tahun lalu itu.
            Setelah dari sana, pantai Padang lah kami singgah. Aku sengaja memilih pantai ini tempat terakhir, aku ingin ia mengerti betapa indahnya alam saat matahari terbenam. Lalu kami akan kembali setelahnya, aku sungguh akan membuat laju motor pelan..., pelan... sekali.
            ”Kakak!” Sebuah sapaan halus membuyarkan lamunanku, aku tak menyadari kalau ia telah berada di hadapanku dengan penampilan yang begitu anggun.
            ”Eh! Oke! Mari nona manis,” aku bersegera menghidupkan mesin. Lalu menyilahkan ia duduk di belakang. Mulailah aku menjalan motor memasuki jalan raya. Aku menjalankan pelan..., pelan... sekali.
            ”Kak!”
            ”Kenapa dek? Kok kamu tidak memanggil kakak dengan sayang, padahal dalam sms-mu selalu dengan panggilan itu, kalau aku tidak balas dengan panggilan serupa, kamu pasti akan marah-marah merajuk.”
            ”Iya, iya, sayang...!”
            ”Hmm...!” aku mengangguk-angguk seraya menatap lurus ke depan.
            ”Kita kemana kak?!”
            ”Nah, kakak lagi, kakak lagi.”
            ”Iya sayang...!”
            ”Rencananya ke Teluk Bayur, bagaimana?”
            ”Jangan...! jangan...!”
            ”Kenapa sayang?!” Tanyaku penasaran
            ”Pamanku kerja di sana, takut ketahuan”
            ”Waduh...! gumamku dalam hati, terus kemana?”
            ”Terserah kakak saja”
            ”Itu juga namanya tidak memberi solusi kemana, bagaimana kalau ke Lubuk Minturun?” Tawarku lagi
            ”Tidak, aku tidak mau ke sana, jauh, takut.”
            ”Takut?!”
            Hmm, hanya menunduk dia hingga menyentuh bagian atas punggungku. Entah apa yang ditakutnya, semakin buat penasaran orang saja, kataku dalam hati
            ”Kalau ke pantai Padang?”
            ”Sama juga bohong, di sana banyak teman-teman aku, nanti mereka bilang sama mamaku lagi, terus kena marah, apa mau sayang kak ini di marahi.”
            ”Aku benar-benar kehabisan akal oleh ulahmu sayang, tapi tidak apa-apa,  yang penting kita jalan, terserah kemana saja kehendakmu, aku akan setia menemani, tidak akan pernah bosan saya bertemankan kamu.”
            Aku terus membawa motor, menghabiskan hari yang tersedia. Aku masuki gang ke gang, melintas di jalan raya, menyelip di antara mobil angkutan barang, bus panjang yang menutup pandang. Berhenti di perlintasan kereta api yang meliuk-liuk kencang laksana ular. Kami berhenti, terus berlalu lagi setelah ekornya berlalu beberapa meter di samping kiri kita. Hari ini ramai, dunia tersenyum ceria menatapku, orang-orang memandang senyum, alam turut pula menggiring sejuk suasana. Oh dunia. Terimakasih telah, membuat hatiku dan dia menyatu.
            Kami telah sampai kembali di simpang Bandar Buat, waktu motor berhenti. Aku lihat Lia berlari-lari menghampiriku.
            ”Bang..., bang..., tadi lia dapat telfon, katanya ibu Lia masuk Rumah Sakit M. Jamil, tolong antar Lia ke sana sekarang juga, pliss...!
            Mayang yang melihat kejadian tadi, langsung beranjak dariku kemudian menyetop angkot. Kemudian menghilang dari pandanganku
*          *          *
            Mayang pasti marah sekali padaku. Padahal ibunya Lia memang benar-benar sakit seperti di tuturkan. Buktinya, dari siang hingga selarut malam ini sudah berkali-kali aku menghubunginya, namun Handphone-nya tiada pernah aktif. Besok aku berencana ke rumahnya. Menjelaskan sebenar-benarnya yang terjadi.
            Paginya. Aku sedang duduk di teras rumah sambil minum teh,
            ”koran..., koran..., koran...” seorang lelaki tua bersepeda menjajakan koran di luar sana
            ”Koran... satu pak!” teriakku
            Aku membeli satu, aku lihat jelas-jelas gambar dan judul di halaman utama ”Seorang Remaja Tewas Menggantung di Pohon
            ”Mayang..., Mayang..., Mayang...!

Padang, 18 Januari 2007
Embun Penyejuk Hati

Nama               : Zahirin
TTL                 : 07 Agustus 1984/ Bangko-Jambi
Agama             : Islam
Alamat                        : Jl.Ampera No 13 RT 04/ RW I Kel. Bandar Buat, Kota Padang.
Lulusan           : Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya IAIN Imam                                 Bonjol Padang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar